[Jewish War](1.19) Herodes, Cleopatra, dan Kemenangan di Tengah Gempa Bumi
Herodes, Cleopatra, dan Kemenangan di Tengah Gempa Bumi
Ketika perang besar di Actium mulai berkobar, Herodes telah siap untuk membantu Markus Antonius. Saat itu, ia sudah bebas dari masalah di Yudea dan bahkan berhasil merebut benteng Hyrcania—yang dulu pernah dikuasai saudara perempuan Antigonus.
Namun, rencana itu tiba-tiba dibelokkan oleh Cleopatra. Ratu Mesir ini licik. Ia membujuk Antonius agar Herodes tidak ikut berperang di Actium, melainkan disuruh menyerang bangsa Arab.
Tujuannya? Sederhana tapi jahat—jika Herodes menang, Cleopatra bisa menguasai wilayah Arab. Tapi jika Herodes kalah, Yudea akan menjadi mangsa berikutnya. Dengan begitu, ia bisa menghancurkan salah satu dari dua raja itu, tanpa harus turun tangan langsung.
Namun ternyata, taktik Cleopatra ini justru menguntungkan Herodes. Ia memulai dengan menahan musuh, mengumpulkan pasukan berkuda yang besar, dan bergerak menuju wilayah Diespous. Di sana, ia mengalahkan pasukan Arab dalam pertempuran sengit.
Bangsa Arab yang kalah mundur dan berkumpul di Kanatha, Kelesyria, menunggu bala bantuan. Herodes datang dan memerintahkan pasukannya membangun tembok pertahanan di sekitar perkemahan. Tapi para tentaranya, yang terlalu percaya diri karena kemenangan sebelumnya, mengabaikan perintah itu.
Mereka langsung menyerang Arab, mengalahkan mereka di serangan pertama, lalu mengejar mereka. Tapi ternyata itu jebakan! Dari Kanatha, Athenio—salah satu jenderal Cleopatra dan musuh pribadi Herodes—mengirim pasukan tambahan untuk membantu Arab.
Gabungan kekuatan ini menghantam pasukan Herodes di medan berbatu yang sulit dilalui. Pasukan Yahudi porak poranda, banyak yang tewas, dan sisanya melarikan diri ke Ormiza. Namun, di sana mereka kembali dikepung. Perkemahan mereka direbut musuh, bersama seluruh perlengkapan.
Herodes datang untuk membantu pasukannya, tapi ia terlambat. Kekalahan ini, menurutnya, murni akibat ketidakpatuhan para perwiranya. Seandainya mereka mendengar perintahnya, jebakan Athenio tidak akan berhasil.
Meski begitu, Herodes tidak tinggal diam. Ia membalas dengan menyerang wilayah Arab, menghancurkan banyak kota mereka—kerusakan yang jauh lebih besar dari kekalahan yang baru saja ia derita.
Namun, di tengah semua itu, bencana lain yang lebih mengerikan terjadi. Pada tahun ke-29 pemerintahannya, tepat di awal musim semi, bumi berguncang hebat. Gempa bumi itu menghancurkan ribuan ternak dan menewaskan tiga puluh ribu orang!
Ajaibnya, pasukan Herodes selamat karena sedang berada di luar ruangan. Tapi kabar bencana ini memberi keberanian palsu bagi orang Arab. Mereka menyebarkan isu bahwa seluruh Yudea sudah lumpuh, dan dengan sombong menganggap tanah itu mudah direbut.
Bahkan, mereka membunuh para duta besar Yahudi yang datang dengan maksud damai. Semangat perang mereka membara, sementara rakyat Yudea diliputi ketakutan.
Melihat rakyatnya panik, Herodes mengumpulkan mereka dan berpidato:
"Kalian takut secara berlebihan. Benar, gempa bumi ini adalah cobaan berat. Tapi takut pada musuh manusia seperti ini? Itu tidak pantas! Justru aku melihat ini sebagai kesempatan dari Tuhan, agar kita bisa membalas dendam pada Arab. Mereka tidak menyerang karena kekuatan mereka, tapi karena mengira kita lemah. Dan keyakinan seperti itu rapuh, karena nasib bisa berbalik kapan saja.
Ingatlah, dulu kita pernah menang, lalu kalah. Sekarang, yang merasa pasti akan menang, justru bisa saja kalah. Saat mereka terlalu percaya diri, mereka lengah. Tapi rasa takut membuat orang berhati-hati—dan dari ketakutan kalian ini, aku justru melihat tanda kemenangan.
Mereka sudah melanggar hukum kemanusiaan dengan membunuh para duta besar kita. Mereka pikir itu pengorbanan untuk Tuhan, tapi Tuhan melihat dan akan membalas! Mari kita berperang, bukan hanya demi tanah air atau keluarga, tapi demi kehormatan para duta besar yang gugur. Dan ketahuilah—aku akan memimpin kalian sendiri di garis depan!”
Pidato itu membangkitkan semangat rakyat. Setelah mempersembahkan korban kepada Tuhan, Herodes memimpin pasukannya menyeberangi Sungai Yordan. Ia mendirikan kemah di dekat kota Philadelphia, tepat di hadapan pasukan Arab yang berlindung di sebuah benteng.
Herodes mencoba memancing mereka keluar untuk bertempur, namun mereka terlalu takut. Bahkan jenderal mereka, Elthemus, tidak berani berbicara. Akhirnya Herodes merobohkan benteng itu. Terpaksa, pasukan Arab keluar bertempur—namun dalam formasi kacau, pasukan berkuda dan infantri bercampur aduk. Jumlah mereka lebih banyak, tapi gerakan mereka lamban.
Pertempuran pun pecah. Awalnya korban tidak banyak, tapi ketika mereka mulai mundur, pasukan Yahudi menghantam mereka habis-habisan. Lima ribu orang Arab tewas. Sisanya berlindung di dalam benteng.
Herodes mengepung mereka, menutup semua sumber air. Tawaran damai datang—bahkan mereka menawarkan lima ratus talenta sebagai tebusan—tapi Herodes menolak. Dalam lima hari, empat ribu orang menyerah karena kehausan. Pada hari keenam, sisanya nekat keluar untuk bertempur.
Hasilnya tragis—tujuh ribu lagi tewas. Kekalahan ini menghancurkan semangat bangsa Arab. Bahkan, mereka sampai memilih Herodes sebagai pemimpin mereka.

Komentar
Posting Komentar