[Cleopatra](10) Pesona Cleopatra yang Menaklukkan Sang Jenderal Antonius
Setelah perang besar di Filipi mereda, Cleopatra dihadapkan pada pilihan besar. Siapa yang akan ia dukung dalam pertarungan politik yang belum selesai di Roma? Brutus dan Cassius telah kalah, Octavius masih muda, dan Marcus Antonius (Mark Antony)—jenderal yang gagah namun penuh kontroversi—mulai menapaki jalan kekuasaan. Cleopatra, yang selalu cerdas membaca situasi, akhirnya memilih untuk berpihak pada Antonius. Entah karena rasa terima kasih pada Julius Caesar yang dulu pernah menjadi pelindungnya, atau karena daya tarik Antonius yang luar biasa, pilihannya sudah ditetapkan. Keputusan ini akan mengubah hidupnya… dan juga sejarah dunia.
Siapakah sebenarnya Marcus Antonius? Ia lahir dari keluarga terhormat, namun masa mudanya justru penuh dengan kesia-siaan. Ia boros, sering berfoya-foya, dan terlilit utang yang tak terhitung. Bahkan, ia sempat diusir dari Roma karena ulahnya sendiri. Namun, meski hidupnya kacau, ada sesuatu dalam diri Antonius yang membuat orang enggan meninggalkannya. Karismanya luar biasa. Bahkan dalam kehancuran, banyak yang tetap rela mengikutinya.
Antonius senang menghubungkan dirinya dengan Hercules. Ia memamerkan tubuh kekarnya, berjalan dengan gaya yang garang, dan menyebut dirinya keturunan sang dewa. Namun di balik sikap angkuhnya, Antonius punya cara unik untuk meraih hati pasukannya. Ia tidak menjaga jarak, melainkan turun langsung, makan bersama, minum bersama, bahkan tidur di tanah bersama prajuritnya. Ketika rakyat meminta bantuan, ia rela merogoh koceknya yang terakhir. Dan di medan perang, keberaniannya tak diragukan lagi. Meski boros, ia mampu hidup dari akar dan kulit pohon saat harus melewati pegunungan Alpen. Inilah paradoks Antonius: seorang yang bisa sangat boros di pesta, tapi juga bisa sangat keras dalam penderitaan.
Namun di Roma, wajah aslinya kembali terlihat. Ia dikenal sebagai seorang pemabuk besar, yang berjalan keliling kota dengan rombongan sahabat buruk rupa. Mereka berpakaian aneh, berperilaku kasar, dan mengganggu siapa saja yang mereka jumpai. Bahkan, Antonius sering membawa serta seorang aktris bernama Cytheris ke acara resmi. Ia diperlakukan seperti seorang permaisuri, duduk di kereta emas, sementara gubernur, jenderal, bahkan pejabat tinggi ikut berjalan kaki di sisinya. Roma terkejut, namun Antonius tidak peduli. Ia merasa hidup adalah untuk dinikmati, apapun pandangan orang.
Tetapi semua berubah ketika ia menikah dengan Fulvia. Perempuan ini bukan istri lembut yang penurut, melainkan seorang wanita yang keras, ambisius, dan berani. Dengan sifatnya yang kuat, Fulvia justru berhasil menundukkan Antonius. Kehidupan pribadinya menjadi lebih tertata, lebih beradab, meski tetap saja, tabiat liar Antonius tidak hilang sepenuhnya. Dari sinilah, roda kehidupan mulai berputar ke arah yang berbeda.
Salah satu sifat yang membuat banyak orang tetap menghormati Antonius adalah sikapnya pada musuh yang sudah kalah. Setelah perang Filipi, ia mengizinkan pemakaman mewah bagi Brutus. Ia tidak merusak tubuhnya, bahkan menghiasinya dengan jubah ungu berlapis emas. Namun, pelaksana upacara pemakaman yang mencoba menggelapkan sebagian biaya harus menerima hukuman kejam. Antonius tetap dermawan, tapi ia tidak mentoleransi pengkhianatan.
Dan kemudian, tibalah saat yang ditunggu: pertemuannya dengan Cleopatra. Antonius berada di Tarsus ketika ia memanggil Cleopatra untuk menjelaskan sikap politik Mesir. Cleopatra datang bukan sebagai ratu yang biasa-biasa saja, melainkan sebagai dewi yang hidup. Ia menaiki tongkang megah dengan layar sutra ungu, dayung emas yang bergerak mengikuti irama musik. Cleopatra berbaring di bawah kanopi emas, berpakaian seperti Dewi Venus, sementara pelayan-pelayan cantik berdiri di sisinya sebagai para nimfa. Aroma harum mengalir di udara, membuat seluruh kota berlarian ke sungai untuk menyaksikan pemandangan itu. Antonius terpukau. Seorang jenderal yang ditakuti di medan perang, kini takluk oleh pesona seorang wanita.
Sejak saat itu, Tarsus berubah menjadi panggung pesta pora. Antonius dan Cleopatra berpesta setiap malam, bersaing dalam kemewahan dan kelucuan. Cleopatra yang terkenal cerdas selalu bisa membuat setiap jam bersama dirinya terasa baru dan menyenangkan. Dan dari sekian banyak pesta, ada satu kisah yang paling melegenda: kisah mutiara dalam cuka. Cleopatra bertaruh bahwa ia bisa menghabiskan satu jamuan makan dengan biaya yang melampaui segala imajinasi. Antonius tertawa, menganggap itu mustahil. Namun Cleopatra melepas antingnya yang berisi mutiara raksasa, merendamnya dalam cuka, dan meminumnya di hadapan semua orang. Antonius terdiam. Cleopatra menang. Itulah cara sang ratu menunjukkan bahwa tidak ada batas bagi kekayaannya—dan kecerdasannya.
Sementara di Italia, Fulvia gelisah. Ia tahu suaminya semakin larut dalam pesona Cleopatra. Ia menulis surat, mendesak Antonius untuk pulang. Tetapi Cleopatra terlalu pandai untuk dilepaskan begitu saja. Dengan rayuan dan kelembutannya, ia berhasil membuat Antonius mengabaikan panggilan istrinya. Bahkan, ia berhasil membujuk sang jenderal besar itu untuk ikut bersamanya ke Alexandria. Inilah titik balik: Antonius bukan lagi milik Roma. Ia kini milik Cleopatra.
Di Alexandria, musim dingin mereka menjadi legenda. Hari demi hari dipenuhi pesta pora, makanan lezat, dan permainan aneh. Antonius dan Cleopatra bahkan membuat kelompok kecil yang mereka sebut “Persaudaraan Hidup Indah”, dimana aturan satu-satunya adalah: bersenang-senang tanpa batas. Mereka menyamar ke jalan-jalan kota pada malam hari, berkeliling sambil mabuk, dan sering kali membuat kekacauan kecil yang dianggap lucu. Para pelayan harus selalu siap dengan makanan berlimpah. Konon, di dapur istana setiap hari dipanggang delapan ekor babi hutan sekaligus, hanya untuk memastikan bahwa satu masakan pun tidak akan kurang matang atau terlambat disajikan.
Bahkan putra Antonius yang masih muda ikut hanyut dalam gaya hidup gila ini. Suatu kali, seorang filsuf bernama Philotas diundang ke meja makan mereka. Cleopatra menantangnya untuk menjawab teka-teki logika. Philotas berhasil, dan sebagai hadiah, putra Antonius menghadiahkan piring emas dan perak dalam jumlah banyak. Ia berkata, “Lebih baik ia membawanya pulang daripada kita hanya menumpuknya di gudang.” Beginilah, kekayaan Mesir seakan tidak ada habisnya, sementara Antonius semakin tenggelam dalam lautan kemewahan.
Dan begitulah… seorang jenderal yang dulu dikenal berani, sederhana, dan dicintai pasukannya, kini berubah menjadi lelaki yang sepenuhnya dikuasai cinta dan kesenangan. Malam-malam Alexandria dipenuhi pesta, musik, dan tawa. Namun di balik semua itu, Roma menunggu. Dunia masih bergejolak. Octavius sedang mempersiapkan langkah berikutnya. Dan ketika saat itu tiba, gaya hidup Antony dan Cleopatra akan membawa mereka pada jalan yang sama sekali berbeda… jalan menuju kehancuran.

Komentar
Posting Komentar