[Cleopatra](5) Cleopatra Muda, Kasim Licik, dan Kedatangan Caesar di Mesir
Di usia lima belas tahun, Cleopatra—gadis cantik jelita yang kelak menggetarkan dunia—masih terlalu muda untuk terlibat dalam pertikaian tragis yang terjadi antara ayah dan saudara perempuannya. Ia bersama dua adik lelakinya, yang juga bernama Ptolemeus, hanya menjadi penonton diam dari balik dinding istana Alexandria, menyaksikan revolusi yang nyaris merenggut nyawa keluarganya.
Ketika tentara Romawi masuk Alexandria untuk mengembalikan tahta ayah Cleopatra, kota itu meledak dalam kegembiraan. Rakyat yang dulu menggulingkan raja, kini dengan cepat menerima kembalinya sang penguasa lama. Tradisi dunia memang aneh—tirani sekejam apa pun, jika telah berlalu beberapa tahun, bisa dirindukan kembali. Dan dalam kasus ini, pemerintahan Berenike, sang saudari, tak memberi alasan rakyat untuk tetap setia padanya. Ptolemeus pun kembali, dan mereka yang pernah mendukung Berenike langsung dihukum mati.
Kota Alexandria meriah dengan pesta, pertunjukan, dan perayaan besar. Namun di balik sorak-sorai rakyat, ada tokoh yang menjadi pusat perhatian: seorang jenderal Romawi flamboyan bernama Markus Antonius (Bhs Inggris : Mark Antony).
Antonius, dengan gaya eksentrik, sikap jujur, dan kesederhanaan khas Romawinya, memenangkan hati rakyat Mesir. Ia bukan hanya prajurit, tapi juga dikenal karena kemurahan hatinya. Salah satu kisah terkenalnya, saat hendak memberi hadiah uang pada seorang sahabat, bendaharanya berusaha mengurangi jumlahnya. Namun ketika Antonius menyadari itu, ia malah memerintahkan untuk menggandakan jumlah hadiah! Kesalahan yang justru membuat dunia mengaguminya.
Cleopatra muda tak luput dari perhatian Antonius. Kecantikannya yang mempesona, keceriaan, dan kecerdasannya meninggalkan kesan mendalam. Namun, Cleopatra baru berusia lima belas tahun, sedangkan Antonius hampir tiga puluh. Hubungan itu belum terjadi—takdir masih menunda. Antonius pun kembali ke Roma, membawa ketenaran dan harta besar dari Mesir.
Ptolemeus, ayah Cleopatra, bertahan di takhta selama tiga tahun. Tapi ajal menjemputnya. Sebelum wafat, ia meninggalkan wasiat yang rumit: Cleopatra harus menikah dengan adik lelakinya yang masih berusia sepuluh tahun, agar mereka berdua memerintah bersama. Senat Romawi diserahi wasiat itu, dan menunjuk Pompey sebagai pengawas. Namun, Pompey terlalu sibuk berperang melawan Julius Caesar.
Cleopatra yang saat itu berusia delapan belas tahun menikah dengan adiknya. Namun kekuasaan nyata berada di tangan dua pejabat istana: Pothinus, sang kasim ambisius, dan Achillas, panglima pasukan. Dari sinilah awal penderitaan Cleopatra dimulai.
Pothinus, si kasim licik, merasa terancam dengan pesona Cleopatra. Ia cemburu, iri, dan berambisi merebut kendali kerajaan. Diam-diam ia membujuk Ptolemeus muda agar melawan istrinya sendiri. Istana pun dipenuhi pertengkaran, hingga akhirnya Cleopatra diusir dari Mesir!
Tak menyerah, Cleopatra pergi ke Suriah. Di sana ia mengumpulkan pasukan untuk merebut tahtanya kembali, menempuh jalan yang sama seperti ayahnya dulu. Namun, sebelum pertempuran terjadi, sejarah dunia berubah drastis.
Di Roma, perang besar pecah antara Caesar dan Pompey. Pertempuran menentukan terjadi di Pharsalia. Caesar menang telak, Pompey lari ke Mesir, berharap Ptolemeus akan melindunginya—karena dulu ia yang mengembalikan tahta ayah Ptolemeus.
Tapi Pothinus punya rencana licik. Ia pura-pura menyambut Pompey, lalu mengirim perahu menjemputnya. Saat Pompey menginjak daratan Mesir, ia ditikam dan dipenggal di tepi pantai. Kepala Pompey dipersembahkan sebagai hadiah untuk Caesar.
Caesar tiba di Alexandria dengan pasukan kecil. Mesir geger! Ia kaget sekaligus marah ketika menerima kepala Pompey. Alih-alih bersukacita, Caesar memerintahkan agar kepala itu dimakamkan dengan upacara khidmat. Namun ia menyimpan cincin segel Pompey yang bergambar singa menggenggam pedang—simbol yang kelak dikenal dunia.
Caesar pun menuntut sisa hutang Ptolemeus, sekaligus ingin memutuskan sengketa takhta antara Cleopatra dan adiknya. Namun Pothinus tidak mau tunduk. Ia menyulut kebencian rakyat Alexandria terhadap Caesar, mengganggu tentaranya dengan suplai makanan buruk, dan memprovokasi kerusuhan.
Situasi Caesar berbahaya. Pasukannya terlalu kecil untuk melawan seluruh Mesir. Ia terjebak di Alexandria, dikepung oleh intrik Pothinus, namun tetap mempertahankan sikap percaya diri khasnya. Dengan cepat ia mengirim utusan ke Suriah, meminta bala bantuan legiun Romawi untuk segera datang ke Mesir.
Inilah awal babak baru: Cleopatra yang terusir, Pothinus yang licik, dan Caesar yang terjebak dalam pusaran intrik Alexandria. Sejarah sedang menyiapkan panggung pertemuan terbesar dunia: Cleopatra dan Julius Caesar.
balik ke Daftar isi
Catatan: Anda sedang membaca cerita sejarah "Cleopatra" Diadaptasi dari buku "Cleopatra" karya Jacob Abbott (1803–1879), public domain. Versi terjemahan dan penyusunan ulang dilakukan agar lebih mudah dipahami pembaca.

Komentar
Posting Komentar